Senin, 09 September 2013

Nasihat-menasihati dan Komunikasi :)

Di suatu sore yang temaram, ponsel saya bergetar, rupanya ada notifikasi email masuk disana.

Mengingat email tersebut masuk ke dalam alamat email pribadi, saya tergerak utk sekedar membaca headlinenya. . ( I know its a bit improprer, but I still did it and add an extra 5-10 min for my working time)..

Kembali ke email tadi - rupanya merupakan tautan atas sebuah tulisan dari seorang sahabat saya.. Sahabat saya, sang penulis tadi, saya kagumi atas wawasannya yang luas, penulisan yang cerdas dan selera humor yang nyentrik. Hal yang kadang membuat saya dapat melontarkan terminologi2 ajaib yang hanya dia pahami. Membuat kami berdua punya sejuta maklum atas seluruh aksi-aksi yang nyeleneh juga logika yang dikemukakan..

Singkatnya, saya dan dia, juga beberapa sahabat, punya rambu-rambu yang jelas dalam berkomunikasi. Berbagi nasihat? Tentu sering.. Menyinggung hati? Alhamdulillah belum pernah dan insya Allah tidak.

Teman-teman tentu berfikir bahwa hal2 diatas mungkin karena kedekatan kami sehingga punya sudut pandang yang hampir sama.

Well, let me tell you something.. Perbedaan karakter saya dan sahabat-sahabat saya itu sangat jelas. Namun satu hal yang selalu kami lakukan - KAMI TIDAK SALING MENYINDIR.. Itu saja

Sebagai muslimah, kami paham bahwa sangat perlu menjalin ukhuwah.. Hal yang memilih judul diatas.

Siang tadi, tanpa sengaja saya menemukan kutiban dari buku yang berjudul : Selembut Perkataan Nabimu – Kiat agar Nasihat Laksana Embun Yang Menyejukkan”, karya Muhammad Abu Shu’ailaik.

Buku tersebut menjelaskan, kenapa setiap nasihat yang datang dari Beliau selalu menyejukkan. Saya akan berusaha paparkan poin-poinnya ya :

1. Ikhlaskan niat (jangan ada niat lain.. pamer, berasa lebih tau, etc- kalo sudah begitu, maka BASI yang ada)

Semata-mata untuk mengharapkan ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. .

2. Menasehati Secara Rahasia - ini penting!!! (penggunaan 3 tanda seru menunjukkan esensi bahwa poin ke 2 ini yang sering bikin mislek)

Kebanyakan dari kita tidaklah mengetahuinya. Perhatikanlah, bahwa penerima nasehat adalah orang yang sangat butuh untuk ditutupi segala keburukannya, dan diperbaiki kekurangan-kekurangannya. Maka, tidaklah nasehat akan mudah diterima bila disampaikan secara rahasia.

Imam Abu Hatim bin Hibban Al Busti rahimahumullah berkata: “Namun nasehat tidaklah wajib diberikan kecuali dengan cara rahasia. Karena orang yang menasehati saudaranya secara terang-terangan pada sejatinya ia telah memperburuknya (keadaan penerima nasehat). Barangsiapa yang memberi nasehat secara rahasia, maka dia telah menghiasinya. Maka menyampaikan sesuatu kepada seseorang muslim dengan cara menghiasinya, lebih utama daripada bermaksud untuk memburukkannya”. (Raudhatul Uqala’, hlm 196)

3. Memberi nasehat dengan Halus, Penuh Adab dan Lemah Lembut. - ini penting juga

Ibaratnya seperti membuka pintu. Sedangkan sebuah pintu tidak akan bisa dibuka kecuali dengan kunci yang pas & tepat. Maka pintu itu adalah hati, dan kuncinya adalah nasehat yang disampaikan dengan lemah lembut, santun, dan halus. Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam:

“Sesungguhnya kelemahlembutan tidaklah berada dalam sesuatu kecuali menghiasinya. Dan tidaklah terpisah dari sesuatu kecuali ia perburuk.” (HR. Muslim)

Dari sisi ilmu komunikasi yang saya pelajari, pesan tidak akan diterima dengan baik saat stimulus yang dikirimkan itu bermuatan negatif. Yang terjadi - nasihat tidak sampai, ukhuwah pun putus : BENCANA..

4. Tidak Memaksa - ini juga sering dilupakan

Orang yang menasehati tidaklah berhak sama sekali untuk memaksa menerima nasehatnya. Karena pemberi nasehat adalah seseorang yang membimbing menuju kebaikan. Sehingga hak pemberi nasehat hanyalah menyampaikan dan memberi arahan saja.

5. Memilih Waktu yang Tepat untuk Memberi Nasehat - naaahh (saya tidak perlu komen lebih lanjut)

Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata:

“Hati itu memiliki rasa suka dan keterbukaan. Hati juga memiliki kemalasan dan penolakan. Maka raihlah ketika ia suka dan menerima. Dan tinggalkanlah ia ketika ia malas dan menolak.” (Al –Adab Asy-Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih)

Nah, ke 5 poin diatas sudah menjelaskan secara seksama adab menasihati sesama muslim.

Sebagai seorang humanis, sebelum saya membaca kutipan buku diatas, jujur, saya hanya memberikan nasihat kepada segelintir orang. Orang-orang terdekat yang sudah mengenal saya secara mendalam, dan saya pastikan bahwa pesan saya sampai dengan baik. Kenapa? Saya percaya bahwa semua melalui suatu proses, baik singkat maupun yang berliku.


Saat seorang sahabat dikhianati suaminya, saya hanya diam dan memberikan dia pelukan yang tak berkesudahan. Saat seorang teman kehilangan ayahnya, saya kembali menawarkan bahu saya. I sat with them in silence.

Tidak jarang, saya hanya memnuatkan mereka secangkir teh hangat lalu memeluknya.

Saya paham, bahwa terkadang kita hanya butuh didengar, bukan mendengar... Saya mengerti bahwa itu bukan saat yg baik untuk berkata-kata..

Mungkin yang ideal adalah istigfar bersama, namun terkadang saya hanya menggenggam tangan mereka sambil bertanya,.. Apa yang bisa saya bantu?

Nasihat tidak selalu harus tak berkesudahan. Pemilihan waktu dan cara penyampaian harus cerdas, kalau kita ingin didengar. Cara penyampaian terhadap sahabat tentu berbeda saat saya menasihati permata hati saya, atau adik tercinta.

Namun intinya - bersikap bijaklah. Saya paham bahwa memberikan empati itu tidak mudah, hal yang membuat saya makin maklum saat menghadapi beberapa sindiran.

As a human being, tentu saya tidak nyaman mendengarnya. But hei.. Maksudnya baik, meskipun cara penyampaiannya jauh dari cerdas, karena pesan jelas-jelas tidak sampai.

Suami saya tersayang, selalu mengingatkan.. Sebaiknya kita ambil positifnya saja, mengingat kan tujuan nasehat itu baik, meskipun cara2nya tidak etis.. #fact - benar begitu yang baik..

Tapi suamiku tersayang - dengan segera saya menyanggah.. Bagaimana mungkin suatu nasihat yang mempunyai tujuan baik datang dari orang-orang yang sulit berempati, tidak pandai memilih cara maupun waktu penyampaian?

Bukankah Rasulullah sendiri percaya proses, makanya beliau punya stok sabar yang tak terhingga..

Sanggahan suami yang berikutnya - "dengan begitu, saat ada nasihat yang membuamu tidak nyaman, ingatlah bahwa kita harus memahami keterbatasan lawan bicara kita".. Maklumi dan doakan agar tidak terjadi hal yang sama .

A tounge has no bone, but its strong enough to break a heart.

Speak wisely, choose the correct words and expression.

Since we are given two ears than one mouth - means that we have to listen more than Speaking

Since we are good enough to think, meaning that we need to think before speaking ..

Another reason why, some words are better unspoken and left prejudices behind ..

If you can't communicate in a good manner - try.. If you still can't, try harder..

Jadi.. Saya tutup tulisan ini dengan serangkai doa..

Semoga kita bisa saling menjaga ukhuwah yang telah tercipta dengan saling menjaga lisan yang ada.

Aamiin.

*fly over kuningan, 6 sept 2013

Tidak ada komentar: